BISNIS PROPERTY
Nara Sumber : Nuky Rusianto,Lc.,A.Md.Comp.,A.Md.Engl.,SE.,SKH.,drh(DVM).,MB.,M.Vet
A. Kepelimilan
Properti Sebagai Hak Dasar Manusia
Properti diartikan
sebagai hak berupa tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari tanah dan / atau bangunan yang dimaksudkan.
Properti yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi “property” dipahami sebagai a term that is applied to land and
immorvable property on land such as buildings”.
Properti merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia. Kita tentu ingat pada pelajaran ilmu
ekonomi di sekolah – sekolah. Pada waktu itu, diterangkan bahwa kebutuhan
manusia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu ;
a.
kebutuhan
primer,
b. kebutuhan sekunder,
c.
kebutuhan
tersier.
Kebutuhan primer
atau kebutuhan paling utama manusia adalah kebutuhan akan sandang (pakaian),
pangan (makanan/minuman), dan papan (tempat tinggal / perumahan). Sesuai dengan
ilmu ekonomi, kebutuhan akan tempat tinggal atau kebutuhan akan perumahan
termasuk dalam kategori kebutuhan primer manusia.
Dalam masyarakat Indonesia,
perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia merupakan pengejawantahan
diri manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai suatu kesatuan dengan sesame
dan lingkungan alamnya. Dalam hubungan ini, alam merupakan tempat berada dan
sekaligus sarana yang menghidupi dan menyediakan bahan – bahan yang dibutuhkan
untuk kelestarian dan pengembangan diri manusia. Tanah merupakan unsur utama
dari lingkungan alam yang memberi arti fungsional bagi manusia. Bagi manusia,
tanah merupakan tantangan yang masih harus dikerjakan dan diolah untuk memenuhi
kebutuhan dan fungsi sosialnya.
Hukum Indonesia
memeri perlindungan terhadap hak warga negara untuk memiliki property. Hak
kepemilikan atas property memiliki keterkaitan dengan untuk bertempat tinggal.
Ha katas kepemilikan property termasuk dalam hak manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang bersifat dasar.
Perlindungan hak
kepemilikan atas property diatur dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia (UUD NkRI 1945), khususnya dalam ;
pasal 28 E ayat 1
yang berbunyi : “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”;
pasal 28 H ayat 1
yang berbunyi : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”; serta
pasal 28 H ayat 4
yang berbunyi : “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang – wenang oleh siapa pun”.
Kepemilikan
property sebagaimana diatur dalam UUD NkRI 1945 sebagaimana di atas diatur
dalam Bab XA, yaitu termasuk dalam hak asasi manusia. Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mengatur hak
asasi manusia yang berkaitan dengan kepemilikan properti, yaitu ;
pasal 27 ayat 1
yang berbunyi : “Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak,
berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah Negara Republik Indonesia”; dan
pasal 40 yang
berbunyi : “Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang
layak”.
Hukum
Internasional mengenal pula hak kepemilikan atas property, sebagaimana diatur
dalam Universal Declaration of Human
Right (Pernyataan Umum Hak – Hak Asasi Manusia). Hak kepemilikan atas
property telah dipandang oleh Universal
Declaration of Human Right sebagai hak asasi manusia.
Pasal 17 ayat 1
dan 2 menyatakan :
“Setiap orang
berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama – sama dengan orang lain” (“Everyone has the right to own property alone
as well as in association with others”); dan
“Tak seorang pun
boleh merampas hartanya dengan semena – mena” (“No one shall be arbitrarily
deprived of his property”). Hak kepemilikan atas property juga diatur dalam
International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan International
tentang Hak – Hak Sipil dan Politik), yang telah disahkan melalui Undang –
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant On Civil And Political Right (Kovenan International tentang Hak – Hak
Sipil dan Politik).
Pada pasal 12 ayat
1 dinyatakan : “Setiap orang yang secara sah berada dalam wilayah suatu Negara,
berhak atas kebebasan untuk bergerak dan kebebasan untuk memilih tempat
tinggalnya dalam wilayah tersebut (“Everyone lawfully within the territory of
State shall, within that territory, have the right to liberty of movement and
freedom to choose his residence”).
Secara khusus,
pengaturan tentang ha katas property dapat ditemukan dalam berbagai peraturan
perundang – undangan, khusus untuk hokum yang berhubungan dengan perumahan
telah diatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (disingkat UU No. 1 / 2011). Penjelasan
umum UU No. 1 / 2011 menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab melindungi
segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan
pemukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang
layak dan terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan
berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai salah satu
kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga,
terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan masyarakat yang tinggal
di daerah padat penduduk di perkotaan. Negara juga bertanggung jawab dalam
menyediakan melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman, serta
keswadayaan masyarakat. Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut
merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi,
dan social budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan
dengan semangat demokrasi otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Dinamika
Bisnis Properti di Indonesia
Salah satu bidang
usaha yang marak dan popular terkait dengan property adalah usaha perdagangan /
bisnis property. Sebagaimana diketahui, perdagangan property (tidak hanya di
Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia) telah menjadi sektor perdagangan yang
penting dan menjadi tren di kalangan para pengusaha / pengembang (developer)
property.
Pada dasarnya,
bisnis property terdiri atas berbagai jenis. Survei yang dirilis oleh Urban
Land Institute (ULI) dan PricewaterhouseCoopers (PwC) dengan judul “Emerging
Trends in Real Estate” Asia Pasific 2014” menjabarkan prospek investasi
berdasarkan jenis property.
Survei sebagaimana
di atas, dilakukan dalam ruang lingkup wilayah Asia Pasifik, dan Indonesia
termasuk di dalamnya. Investasi properti di Indonesia pada umumnya memiliki
prospek yang cerah. Menurut data statistic yang dirilis oleh Badan Pusat
Statistik, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 (update terakhir tanggal 9
Juli 2012) adalah 237.641.326”. Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia,
terutama di wilayah perkotaan, kebutuhan akan property (baik tanah / bangunan)
akan semakin bertambah.
Memperhatikan data
yang juga dirilis Badan Pusat Statistik, persentase penduduk perkotaan menurut
Provinsi di seluruh Indonesia berkecenderungan mengalami peningkatan, yaitu
49,8 (tahun 2010) menjadi 53,3 (tahun 2015). Dengan tingkat kepadatan yang
sedemikian tinggi di wilayah perkotaan, kebutuhan akan property akan semakin
krusial. Khusus untuk Jakarta, peluang bisnis properti sangatlah besar. Hal ini
diutarakan melalui hasil survey Urban Land Institute (ULI) dan
PricewaterhouseCoopers (PwC).
Hasil survey di
atas menunjukkan bahwa Jakarta menempati posisi 3 di wilayah Asia Pasifik untuk
ketegori “potensi penanaman modal”, sedangkan untuk prospek bisnis property,
Jakarta menduduki peringkat 1, berada di atas kota – kota besar lain di Asia
Pasifik, seperti Tokyo, Shanghai, dan Sidney. Dengan jumlah penduduk yang
semakin banyak, sedangkan tanah yang tersedia semakin langka, tidak
mengherankan jika Jakarta kemudian memberlakukan konsep reklamasi pantai utara,
yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang
Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Pada prinsipnya,
meningkatnya tren usaha property didorong oleh kebutuhan yang semakin meningkat
terhadap tanah dan bangunan. Semakin hari, jumlah manusia di dunia semakin
bertambah, sedangkan luas tanah yang tersedia juga semakin berkurang.
Kepemilikan property, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,akan selalu
menjadi kebutuhan utama (primer) bagi manusia. Meskipun tanah yang tersedia
semakin berkurang, permintaan atas proppropertyn cenderung bertambah.
Kecenderungan peningkatan permintaan atas property yang berjalan seiring dengan
bertambahnya penduduk dan menyempitnya lahan (terutama di wilayah perkotaan),
juga dipengaruhi oleh factor keuntungan yang ditawarkan dalam bisnis properti.
Salah satu pelaku
bisnis property di Indonesia, yaitu Ir. Ciputra mengatakan bahwa sifat fisik real estate yang dapat dijadikan sebagai
sarana investasi yang aman serta factor kelangkaan tersebut mengakibatkan real estate pada dasarnya memiliki
ketahanan terhadap inflasi (inflation
hedge) yang tinggi. Salah satu factor yang menyebabkan nilai tanah
meningkat adalah factor lokasi dalam kaitan dengan sifat tanh yang tidak
bergerak, dam dalam arti ekonomis, suatu lokasi banyak ditentukan oleh
pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana beserta pengaturan dan
pengendaliannya, serta factor penghidupan dan kehidupan lingkungan sekitarnya.
Dengan indicator demikian, tren bisnis property di daerah perkotaan di
Indonesia terlihat sangat menjanjikan.
Matius Jusuf
(salah satu pelaku bisnis property di Indonesia) menyatakan secara optimis
bahwa tahun 2013 sampai dengan tahun 2020 merupakan masa yang diramalkan akan
menjadi booming dalam bisnis property di Indonesia, berdasarkan indikasi –
indikasi sebagai berikut :
a.
Orang
kaya Indonesia diyakini lebih percaya pada property daripada saham, obligasi,
dan reksa dana. Properti memberikan jaminan kenyamanan kepemilikan karena
tersedia dalam bentuk fisik dan surat legal,
b. Properti selalu diterima sebagai
agunan oleh institusi perbankan,
c. Return property di Indonesia jauh
lebih tinggi daripada return property di luar negeri,
d. Rencana redenominasi rupiah yang
bukan berarti sanering (pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan
nilai uang) itu pada akhirnya tetap akan meningkatkan inflasi. Kecenderungan
orang yang memiliki sejumlah cash di tangannya adalah mencari instrument
investasi yang paling aman dan dapat diandalkan. Properti adalah pilihan,
e.
Perubahan
perundang – undangan yang akan mengizinkan masuknya warga Negara asing sebagai
pemilik property di Indonesia.
Mengutip
data yang dirilis oleh Panangian School of Property, Matius Jusuf mengatakan
bahwa keuntungan lain yang ditawarkan oleh investasi property adalah return
investasi property di Indonesia tergolong besar,
Properti
|
Yield
/ th
(%)
|
Capital
Gain / th
(%)
|
Total
Return
(%)
|
Jumlah
Dana
(Rp
Juta)
|
Tanah
|
0,5
– 2
|
5
– 15
|
1,5
– 17
|
150
– 1.000
|
Rumah
Sewa
|
3
– 5
|
10
– 18
|
13
– 23
|
200
– 1.000
|
Ruko
dan Rukan
|
6
– 9
|
8
– 12
|
14
– 21
|
500
– 3.000
|
Kondominium
|
7
– 12
|
6
– 10
|
13
– 22
|
300
– 3.000
|
Kios
dan Toko
|
5
– 10
|
8
– 15
|
13
– 25
|
150
– 1.000
|
Perkantoran
|
7
– 10
|
7
– 12
|
14
– 22
|
1.000
– 3.000
|
Keuntungan yang
diperoleh dari investasi property disampaikan oleh Ida Bagus Ascharya Prabawa,
yang menguraikan kelebihan investasi property sebagai beriku.
a.
Kenaikan
harga dari tahun ke tahun cenderung stabil di atas inflasi, deposito, ataupun
emas. Persentase kenaikan rata – rata berkisar 15 – 25 % per tahun tergantung
lokasi property tersebut dan harga saat ini,
b. Bisa memberikan pemasukan pasif
bila disewakan. Contohnya rumah kontrakan, kos – kosan, dan hotel. Bahkan tanah
pun masih bisa menghasilkan pemasukan apabila dikelola sebagai perkebunan
sehingga bisa menghasilkan uang dan hasil panen,
c. Dapat dijaminkan ke bank untuk
meminjam sejumlah dana,
d.
Properti
merupakan jenis investasi yang memberikan kita kendali atasnya, contohnya kos –
kosan yang disewakan Rp 500 ribu / bulan, bisa dinaikkan nilai sewanya menjadi
Rp 750 ribu / bulan dengan menambah fasilitas AC dan Security,
Daya tarik yang
ditawarkan dalam bisnis investasi property menjadi dinamika tersendiri dalam
perkembangan perekonomian di Indonesia. Salah satu pakar di bidang bisnis
property, yakni Panangian Simanungkalit mengatakan bahwa tahun 2016, bisnis
property kian mengilap. Meskipun aman, pertumbuhan belum bisa tinggi, hanya
berkisar 8 % - 10 % dibandingkan periode 2015. Salah satu indicator membaiknya
pasar adalah pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini yang berkisar 4,8 % akan
naik menjadi 5,2 %. Kemudian, suku bunga nantinya diperkirakan turun pada
kuartal I / 2016 dari 7,5 % menjadi 7 %. Hal ini akan berakibat kredit property
dalam bentuk KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) dan KPA (Kredit Kepemilikan
Apartemen) bisa meningkat sampai 15 % atau dengan nilai transaksi sekitar Rp 80
trilliun. Panangian Simanungkalit secara optimis memprediksikan bisnis property
akan booming pada tahun 2018.
Dinamika bisnis
property yang sekaligus mengandung tawaran untuk berinvestasi, yang
menjadikannya menarik, juga didukung oleh komitmen Pemerintah Republik
Indonesia dalam bidang pengadaan perumahan untuk rakyat dan dibuatnya kebijakan
– kebijakan yang baru. Salah satu program Pemerintah yang dimaksud adalah
program satu juta rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk
Program Sejuta Rumah tahun 2016.Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) menetapkan target untuk MBR sebanyak 700.000 unit, sementara rumah non
MBR 300.000 unit. Pembangunan rumah untuk MBR sebanyak 113.422 akan dibiayai
melalui APBN melalui Kementerian PUPR. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12.072
unit adalah Rusunawa, program Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau bedah
rumah 94.000 unit, pembangunan rumah baru 1.000 unit, dan pembangunan rumah
khusus 6.350 unit. Sisanya sebanyak 586.578 unit dibiayai non APBN, sementara
pembiayaan 300.000 unit non MBR diserahkan kepada pengembang dan masyarakat
melalui pembangunan rumah komersial dan swadaya. Dengan adanya program sejuta
rumah yang diselenggarakan oleh Pemerintah, terbuka kesempatan bagi para pelaku
usaha / bisnis investasi untuk berpartisipasi dan tentunya, membuka peluang
untuk meraih keuntungan. Demikian juga dengan program tersebut, masyarakat
dipermudah untuk memiliki property, atau bahkan berinvestasi di dalamnya.
Pandangan banyak
pihak yang optimis dengan prospek bisnis investasi juga didukung dengan semakin
meluasnya pangsa pasar bisnis peroperti di Indonesia. Perlu diketahui bahwa
Pemerintah republic Indonesia telah mengesahkan dan mengundangkan Peraturan
Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau
Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (disingkat PP No. 103 /
2015). Pasal 2 ayat 1 PP Np. 103 / 2015 menentukan bahwa orang asing dapat
memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang
asing sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) merupakan ;
a.
Rumah
tunggal di atas tanah, ;
1.
Hak
Pakai,
2.
Hak
Pakai di atas hak milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian hak
pakai di atas hak milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
b.
Sarusun
yang dibangun di atas bidang tanah hak pakai ;
Ditetapkan
PP No. 103 / 2015, yang jelas telah membuka pangsa pasar baru tentu akan
menjadi angina segar bagi para pelaku bisnis property atau konsumen (terutama
orang asing yang berada di Indonesia) pada khususnya, serta menjadi angina
segar bagi bisnis property pada umumnya.
C. Perkembangan
Peraturan Tentang Bisnis Properti
Hukum bisnis
property di masa lalu dibuat dengan didasarkan (antara lain) pada Undang –
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok –
Pokok Agraria, Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang “Penanaman Modal
Asing” (LN. 1967 No. 1) dan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
“Penanaman Modal Dalam Negeri” (LN. 1968 No. 33). Hukum bisnis properti
merupakan bagian dari Kebijakan Pemerintah, untuk melaksanakan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia Nomor IV / MPR / 1973 tentang Garis –
Garis Besar Haluan Negara (disingkat TAP MPR No. IV / MPR / 1973). Sebagaimana
diketahui, TAP MPR No. IV / MPR / 1973 menetapkan Garis – Garis Besar Haluan
Negara sebagai pola umum pembangunan nasional yang merupakan rangkaian kontinuitas
program – program pembangunan di segala bidang untuk dapat mewujudkan tujuan
nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.
Garis – Garis Besar Haluan Negara tersebut memberikan kejelasan arah bagi
program pembangunan lima tahun (PELITA). Berdasarkan peraturan – peraturan
tersebut, ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahin 1974 tentang
Ketentuan – Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk keperluan
Perusahaan (disingkat Permendagri No. 5 / 1974).
Di Indonesia,
profesi real estate secara resmi
lahir pada awal tahun 1970 – an ketika Pemerintah Orde Baru telah berhasil
menaikkan tingkat pendapatan per kapita dari yang semula di bawah US$ 480.
Kenaikan pertumbuhan ekonomi tersebut di satu pihak membawa konsekuensi
penyediaan sarana dan prasarana untuk investasi serta aktivitas kehidupan
lainnya, sedangkan di pihak lain telah mengubah wajah dunia industri konstruksi
yang semula pasif dan lebih berorientasi pada anggaran pembangunan pemerintah
menjadi tumbuh dan berkembang melahirkan pemrakarsa – pemrakarsa pembangunan
yang sering disebut sebagai pengusaha bangunan (developer). Pada umumnya, pengusaha – pengusaha tersebut berasal
dari profesi kontraktor dan telah sukses memperoleh akumulasi modal, lebih meningkatkan
usaha dengan menanamkan modalnya di sektor investasi real estate berupa gedung
– gedung perkantoran, pertokoan, dan gedung – gedung komersial lainnya.
Permendagri No. 5
/ 1974 menjadi salah satu paying hokum bagi perusahaan – perusahaan yang bergerak
di bidang property, khususnya untuk pembangunan perumahan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah. Permendagri No. 5 / 1974 menyebut pelaku usaha bisnis
properti sebagai perusahaan pembangunan perumahan. Pasal 5 ayat 1 Permendagri
No. 5 / 1974 menjelaskan pengertian perusahaan pembangunan perumahan sebagai
suatu perusahaan yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai
jenis dalam jumlah yang besar, di atas suatu areal tanah yang akan merupakan
suatu kesatuan lingkungan pemukiman, yang dilengkapi dengan prasarana –
prasarana lingkungan dan fasilitas social yang diperlukan oleh masyarakat yang
menghuninya. Pasal 5 ayat 2 kemudian meyatakan bahwa dapat diberi tanah untuk
usaha di bidang pembangunan adalah badan – badan hokum yang didirikan menurut
Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, dengan ketentuan bahwa jika
badan itu bermodal asing maka harus berbentuk suatu perusahaan campuran dengan
modal nasional memenuhi persyaratan sesuai dengan kebijaksanaan penanaman modal
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Secara umum,
Permendagri No. 5 /1974 membagi perusahaan pembangunan perumahan menjadi dua
jenis, yaitu perusahaan pembangunan perumahan yang seluruh modalnya berasal
dari Pemerintah dan / atau Pemerintah Daerah, dan perusahaan pembangunan
perumahan yang didirikan dengan modal swasta. Beberapa kewajiban yang harus
dipenuhi oleh perusahaan pembangunan perumahan menurut pasal 5 ayat 6
Permendagri No. 5 / 1974, antara lain :
a.
Mengajukan
kepada Pemerintah dengan perantaraan Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan
rencana proyek yang akan dibangunnya, yang antara lain meliputi pembiayaan,
areal tanah yang diperlukan, jenis – jenis rumah dan bangunan, serta prasarana
– prasarana lingkungan dan fasilitas – fasilitas social yang dibangun, jangka
waktu diselesaikannya pembangunan dan rencana penjualan rumah – rumah yang
sudah selesai dibangun;
b. Mematangkan tanah yang diberikan
kepadanya dan membangun di atasnya jenis – jenis rumah sebagai yang disebutkan
di dalam rencana proyek yang sudah disetujui oleh Pemerintah, yang harus
meliputi pula rumah – rumah “murah” menurut imbangan yang ditetapkan di dalam
rencana proyek tersebut;
c. Membangun dan memelihara selama
waktu yang ditentukan prasarana – prasarana lingkungan dan fasilitas –
fasilitas social yang diperlukan oleh masyarakat penghuni lingkungan yang
dibangun itu, seperti jalan – jalan lingkungan, saluran – saluran pembuangan
air, persediaan air minum, listrik, telepon, tempat peribadatan, tempat –
tempat rekreasi / olahraga, pasar, pertokoan, sekolah, dan sebagainya;
d. Menyerahkan prasarana – prasarana
lingkungan dan fasilitas – fasilitas social yang telah dibangin itu kepada
Pemerintah / Pemerintah Daerah, setelah dipelihara oleh Perusahaan selama
jangka waktu yang ditentukan;
e.
Menyimpan
sebagian modal kerjanya di dalam Bank yang ditunjuk oleh Gubernur Kepala Daerah
yang bersangkutan sebagai jaminan bahwa perusahaan akan benar – benar
melaksanakan jaminan bahwa perusahaan akan benar – benar melaksanakan proyeknya
sebagaimana tercantum di dalam rencana yang telah mendapat persetujuan dari
Pemerintah, sepanjang Perusahaan tersebut didirikan dengan modal swasta.
Permendagri
No. 5 / 1974 kemudian digantikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3
Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan
Perusahaan Pembangunan Perumahan (disingkat Permendagri No. 3 / 1987). Pasal 1
angka 1 Permendagri No. 3 / 1987 menjelaskan definisi perusahaan pembangunan
perumahan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang berusaha dalam
bidang pembangunan perumahan di atas areal tanah yang merupakan suatu
lingkungan pemukiman yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan, utilitas
umum, dan fasilitas social yang diperlukan oleh masyarakat penghuni lingkungan
pemukiman. Pembangunan rumah dalam konteks Permendagri No. 3 / 1987 dilakukan
oleh perusahaan pembangunan perumahan setelah mendapat izin lokasi, yaitu izin
penunjukkan penggunaan tanah yang diberikan kepada suatu perusahaan seluas yang
benar – benar diperlukan untuk pembangunan perumahan. Izin lokasi terbagi dalam
beberapa jenis sebagaimana diuraikan dalam pasal 2 Permendagri No. 3 / 1987.
Yaitu sebagai berikut.
1.
Izin
lokasi untuk keperluan Perusahaan yang luasnya tidak lebih dari 15 ha (lima
belas hektar) bagi Daerah Tingkat II yang telah mempunyai Rencana Induk Kota
/rencana Kota, ditetapkan oleh Bupati / Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II,
2. Izin lokasi luasnya tidak lebih
dari 200 ha (dua ratus hektar) ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I,
3.
Izin
lokasi yang luasnya lebih dari 200 ha (dua ratus hektar) ditetapkan oleh
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu
dari Menteri Dalam Negeri.
Pada
10 Maret 1992 telah disyahkan dan diundangkan Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (disingkat UU No.
4 / 1992). UU No. 4 / 1992 merupakan undang – undang yang menggantikan
peraturan lama, yaitu Undang – Undang Nomor I Tahun 1964 tentang Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok – Pokok
Perumahan. UU No. 4 / 1992 kemudian diganti dengan undang – undang yang baru,
yaitu Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Pemukiman (disingkat UU No. 1 / 2011). Secara khusus, objek dari
bisnis property disebut oleh UU No. 1 / 2011 sebagai rumah komersial, yaitu
rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Pada
prinsipnya, usaha bisnis property diselenggarakan dengan target untuk
mendapatkan keuntungan.Untuk itu, penyelenggaraan rumah komersial oleh
perusahaan pengembang perumahan dan pemukiman dibina oleh Pemerintah, yang
mencakup kebijakan perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan. Khusus
bagi badan hokum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan untukm
masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah Daerah diwajibkan untuk memberikan
kemudahan perizinan.
Berdasarkan aspek
yang lebih substantive dan lebih materiil, bisnis property tidak bisa
dilepaskan dari persoalan hokum pertanahan / agrarian. Korelasi antara bisnis
property dengan masalah hokum pertanahan seperti dapat diibaratkan seperti
hubungan suami – istri, keduanya selalu bersinggungan, saling berkaitan satu
sama lain. Bisnis property tidak akan pernah bisa dilepaskan dari persoalan
tanah. Tanpa menyentuh persoalan hukum agrarian / pertanahan, mustahil bisnis
properti bisa dijalankan.
Republik Indonesia
sudah mengenal peraturan pokok pertanahan, yaitu Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria
(disingkat UU PA), beserta berbagai peraturan pelaksanaanny . Salah satu
peraturan pelaksana terhadap UU PA yang banyak berkaitan dengan bisnis property
adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaram Tanah (disingkat PP No. 24 / 1997). Peraturan di bidang pertanahan
/agrarian berkaitan langsung dengan objek bisnis properti, yaitu ha katas tanah
dan / atau bangunan. Selama bisnis properti dijalankan, para pelaku usaha akan
selalu berurusan dengan pendaftaran tanah.
Sesuai dengan
ketentuan pasal 3 huruf a PP No. 24 / 1997, pendaftaran tanah bertujuan untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang ha katas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak – hak lain yang terdaftar agar
dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Pada prinsipnya, pendaftaran tanah meliputi ;
a.
Pengukuran
perpetaan dan pembukuan tanah,
b. Pendaftaran hak – hak atas tanah
dan peralihan hak – hak tersebut,
c.
Pemberian
surat – surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Bagi konsumen,
pendaftaran tanah akan menentukan perlindungan kepentingan dan hak, yaitu hak
akan kepastian hukum atas ha katas sebidang tanah dan / atau bangunan, baik
yang berupa hal milik, hak guna bangunan, dan semuanya. Pendaftaran tanah juga
menjadi bahan kewajiban bagi pelaku usaha properti dalam memastikan bahwa objek
yang diperdagangkan merupakan objek yang halal. Oleh karena itu, transaksi
bisnis properti antara pelaku usaha properti dan konsumen harus didasarkan pada
syarat – syarat hukum yang telah ditentukan dalam UU PA, PP No. 24 /1997 dan
peraturan perundang – undangan pelaksananya.
Selain peraturan
perundang – undangan di atas, pemerintah Republik Indonesia telah pula
mengesahkan dan mengundangkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (disingkat UU No. 1 / 2011) pada
tanggal 12 Januari 2011, serta Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun (disingkat UU No. 20 / 2011) yang telah disahkan
dan diundangkan pada tanggal 10 November 2011. Kedua undang – undang beserta
peraturan pelaksanaannya merupakan payung hukum bagi setiap usaha
penyelenggaraan pembangunan perumahan, kawasan pemukiman, dan rumah susun.
Dengan adanya payung hukum tersebut, diharapkan setiap usaha penyelenggaraan
perumahan dan kawasan pemukiman, serta rumah susun dapat dijalankan sesuai dengan
prosedur hukum yang berlaku sehingga dapat memberikan kepastian dan
perlindungan hukum kepada pihak – pihak yang berkepentingan / terkait.
RENCANA PEMBANGUNAN dan TATA RUANG WILAYAH